Berikan Beasiswa Bagi 47 Mahasiswa Asli Papua, Kementerian Agama Siapkan Anggaran Rp.1,2 Miliar
Berikan Beasiswa Bagi 47 Mahasiswa Asli Papua, Kementerian Agama Siapkan Anggaran Rp.1,2 Miliar
Kampusiana

Berikan Beasiswa Bagi 47 Mahasiswa Asli Papua, Kementerian Agama Siapkan Anggaran Rp.1,2 Miliar

Jakarta - Kementerian Agama melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama menyalurkan beasiswa afirmasi bagi mahasiswa Orang Asli Papua (OAP) tahun akademik 2025. Total anggaran beasiswa yang disalurkan sebesar Rp1,2 miliar untuk 47 mahasiswa OAP.

Direktur Jenderal Bimas Kristen Kementerian Agama, Jeane Marie Tulung, menyampaikan bahwa program ini merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam memberikan kesempatan pendidikan yang setara bagi generasi muda Papua.

“Beasiswa afirmasi bagi Orang Asli Papua adalah bentuk keberpihakan negara. Kami ingin memastikan bahwa anak-anak Papua memiliki akses pendidikan tinggi yang layak, sehingga mereka mampu mengembangkan diri dan berkontribusi bagi kemajuan daerah dan bangsa,” tegas Jeane Marie Tulung di Jakarta, Senin (29/9/2025), dilansir dari laman resmi Kementerian Agama RI.

Para penerima beasiswa ini sedang kuliah di Perguruan Tinggi Keagamaan Kristen Negeri, baik Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) maupun Sekolah Tinggi Agama Kristen Negeri (STAKN) di Indonesia, dengan rincian: IAKN Ambon (9 mahasiswa), IAKN Toraja (7), IAKN Manado (16), IAKN Kupang (2), IAKN Tarutung (5), STAKN Sorong (7), dan STAKPN Sentani (1).

Jeane menjelaskan, pendidikan merupakan jalan strategis untuk mencetak sumber daya manusia unggul. Ia berharap para penerima beasiswa dapat memanfaatkan kesempatan ini dengan sebaik-baiknya.

"Belajarlah dengan sungguh-sungguh, jadilah agen perubahan, dan kembalilah untuk membangun tanah Papua,” imbaunya.

Penyaluran beasiswa afirmasi OAP ini sekaligus menjadi langkah strategis pemerintah dalam menyiapkan generasi muda Papua yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi tantangan zaman.***

OMB UKSW 2025 Dibuka, Hadirkan Mahasiswa Internasional
OMB UKSW 2025 Dibuka, Hadirkan Mahasiswa Internasional
Kampusiana

OMB UKSW 2025 Dibuka, Hadirkan Mahasiswa Internasional

Salatiga, Jawa Tengah - Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) resmi membuka Orientasi Mahasiswa Baru (OMB) 2025 di Salatiga, Selasa 19 Agustus 2025.

Acara dibuka langsung oleh Rektor Prof. Intiyas Utami dengan tema “Berakar pada Satya Wacana, Berinovasi Bagi Dunia.”

Sebanyak 2.260 mahasiswa baru dari 14 fakultas, termasuk mahasiswa internasional, mengikuti prosesi pembukaan yang diawali parade pimpinan universitas, fakultas, hingga perwakilan orang tua.

Dalam sambutannya, Rektor Intiyas menegaskan peran UKSW sebagai rumah bagi creative minority. “Perjalanan creative minority telah dimulai. Jadilah kebanggaan orang tua, gereja, bangsa, dan negara,” ujarnya.

Momen simbolis ditandai dengan penyerahan kendi dari orang tua mahasiswa kepada rektor, yang kemudian dilukis bersama pimpinan universitas.

Setelah dituangi air, kendi tersebut dimaknai sebagai doa agar mahasiswa tidak hanya berkembang intelektual, tetapi juga rohani.

Ketua OMB UKSW 2025, Michael Bezaleel, mengatakan kegiatan ini bukan sekadar pengenalan kampus. “Tema ini mengajak mahasiswa berakar kuat pada iman Kristiani sekaligus berani menjawab tantangan zaman dengan kasih, keadilan, dan keberanian untuk berkontribusi bagi bangsa,” katanya.

Rangkaian OMB 2025 akan berlangsung hingga September dengan agenda inagurasi, pengabdian masyarakat, hingga welcoming party.

UKSW yang dikenal sebagai “Kampus Indonesia Mini” juga masih membuka pendaftaran mahasiswa baru hingga 30 September 2025 untuk jenjang D3 hingga S3.***

Urgensi Komunikasi Pejabat Publik di Era Digital
Urgensi Komunikasi Pejabat Publik di Era Digital
Kampusiana

Urgensi Komunikasi Pejabat Publik di Era Digital

Opini - Yanti Rahminur

Di era digital yang ditandai dengan kecepatan informasi dan keterbukaan akses, komunikasi pejabat publik tidak lagi bisa dilakukan secara konvensional dan tertutup.

Perkembangan teknologi telah menciptakan masyarakat yang menuntut kejelasan, respons cepat, serta komunikasi yang jujur dan terbuka dari para pemangku jabatan publik.

Pejabat publik kini berada dalam sorotan yang nyaris tak pernah padam. Perkataan, tindakan, dan bahkan ekspresi mereka bisa dengan mudah direkam, dibagikan, dan ditafsirkan ulang dalam hitungan detik melalui media sosial dan berbagai platform digital lainnya.

Dalam konteks ini, komunikasi bukan sekadar penyampaian informasi, tetapi menjadi representasi dari akuntabilitas dan integritas pejabat tersebut.

Tempo dalam artikelnya menyoroti bagaimana inkonsistensi dan kurangnya kontrol terhadap pernyataan pejabat pemerintah memunculkan kebingungan di masyarakat (Tempo, 2024).

Hal serupa juga diangkat oleh BBC Indonesia (2024), yang menggarisbawahi bagaimana komunikasi publik yang semrawut dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan.

Transformasi Komunikasi Publik di Era Digital

Dalam lanskap kontemporer, dinamika komunikasi publik telah mengalami transformasi yang cepat dan fundamental, bergerak melampaui diseminasi informasi satu arah yang tradisional.

Pemerintah tidak lagi dapat hanya mengandalkan metode konvensional seperti siaran pers atau konferensi; terdapat tuntutan yang kuat dan mendesak untuk dialog yang lebih dinamis dan kolaborasi yang erat dengan masyarakat.

Pergeseran mendasar ini menuntut agar hubungan masyarakat (Humas) pemerintah beradaptasi secara proaktif terhadap evolusi lanskap komunikasi.

Munculnya media sosial telah memperbesar secara dramatis peluang maupun tantangan bagi komunikasi pejabat. Media sosial menjadi arena utama di mana kebijakan dikritisi, dipersepsikan, dan tak jarang disalahartikan. Algoritma yang memprioritaskan konten sensasional atau emosional (Tufekci, 2015), memperburuk penyebaran hoaks dan memperdalam polarisasi.

Fenomena ini menciptakan paradoks: karakteristik digital—kecepatan, jangkauan, dan partisipasi pengguna—memungkinkan hubungan yang lebih interaktif antara pejabat dan masyarakat, namun sekaligus meningkatkan risiko salah tafsir, krisis narasi, dan kehilangan kendali terhadap persepsi publik.

Menuju Komunikasi Pemerintah yang Efektif dan Terpadu

Dari sudut pandang komunikasi politik, berbagai blunder komunikasi bisa dilihat sebagai cacat dalam manajemen strategi komunikasi. Komunikasi politik bukan sekadar menyampaikan pesan, tetapi strategi membentuk legitimasi dan kepercayaan (McNair, 2011).

Menurut McNair, komunikasi politik adalah pertarungan untuk menguasai narasi. Bila narasi yang dibentuk tidak selaras, maka publik akan menerima pesan yang membingungkan, bahkan kontraproduktif.

Jürgen Habermas (1989) melalui konsep public sphere menegaskan bahwa komunikasi publik idealnya menciptakan ruang dialog rasional antara pemerintah dan warga negara. Sayangnya, alih-alih menjadi forum deliberatif, ruang publik saat ini justru sering kali dipenuhi oleh retorika yang provokatif tanpa klarifikasi memadai.

Untuk itu, prinsip one voice dalam komunikasi strategis menjadi krusial—bukan untuk menyeragamkan pendapat, melainkan agar setiap pernyataan pejabat selaras dengan kerangka besar narasi kebijakan. Ketidakterpaduan komunikasi hanya akan memperburuk disonansi, membingungkan publik, dan menciptakan celah untuk disinformasi.

Komunikasi pemerintah yang efektif sangat penting untuk keberhasilan kebijakan, menuntut komunikator tidak hanya mahir dalam kebijakan itu sendiri tetapi juga sangat mampu terlibat dalam dialog yang bermakna dengan publik.

Secara akademis, komunikasi dapat dikonseptualisasikan dalam berbagai cara: sebagai tindakan satu arah (model linear), sebagai interaksi (menekankan sebab-akibat dengan umpan balik), atau sebagai proses transaksional (berfokus pada pembentukan makna yang lebih dalam dan bersama).

Model komunikasi awal, seperti model linear Shannon & Weaver, terutama berfokus pada transmisi pesan teknis, sementara model yang lebih maju seperti model interaktif Schramm memperkenalkan elemen penting umpan balik dan "bidang pengalaman" baik pengirim maupun penerima.

Model transaksional Barnlund lebih lanjut menyoroti pengaruh mendalam dari konteks sosial, relasional, dan budaya dalam proses pertukaran pesan dan pembangunan hubungan.

Ke depan, infrastruktur komunikasi pemerintahan perlu diperkuat. Mulai dari pelatihan komunikasi publik bagi pejabat, pembentukan tim komunikasi strategis lintas lembaga, hingga penunjukan juru bicara nasional yang dapat menyampaikan pesan resmi secara konsisten.

Tanpa perbaikan yang serius, blunder komunikasi akan terus terjadi—dan lebih dari sekadar menjadi bahan candaan di media sosial, hal tersebut bisa menjadi ancaman serius terhadap kepercayaan publik.

Dalam dunia yang semakin terhubung, kepercayaan adalah mata uang utama. Dan sekali hilang, membangunnya kembali jauh lebih sulit dari sekadar menyusun ulang strategi komunikasi.***

Tentang Penulis: Yanti Rahminur, S.S., M.Ikom, Praktisi di Lembaga Penyiaran Publik Radio Republik Indonesia, Dosen di Universitas Dian Nusantara Prodi Ilmu Komunikasi, Asesor Skema Penyiar Variety Show di LSP RRI

Kampusiana

Urgensi Komunikasi Pejabat Publik di Era Digital
07 Agustus 2025
30

Urgensi Komunikasi Pejabat Publik di Era Digital

Opini - Yanti Rahminur Di era digital yang ditandai dengan kecepatan informasi dan keterbukaan akses, komunikasi pejabat publik tidak lagi bisa dilakukan secara konvensional dan tertutup. Perkembangan teknologi telah menciptakan masyarakat yang menuntut kejelasan, respons cepat, serta

Read More
Showing results 1-10 of 45